Berkarya dengan kemampuan yang dimiliki tanpa ragu untuk terus berusaha memberikan yang terbaik dan disukai banyak orang
Jumat, 11 September 2020
TUGAS 2
1. Hukum Islam dibangun di atas beberapa prinsip. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip tersebut!
2. Jelaskan apa makna agama sebagai sumber akhlak! Lengkapi penjelasanmu dengan ayat Al-Qur’an atau hadits yang relevan.
3. Jelaskan pengertian tasamuh, ta’awun dan musawah disertai petikan ayat Al-Quran yang relevan
JAWABAN
1. Prinsipnya yaitu:
a. Prinsip Tauhid.
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasi kesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut: Prinsip Pertama: Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara. Prinsip Kedua: Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur.
b. Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan.
Term “keadilan” pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi.
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan.
c. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridhoi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran: 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
d. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5).
e. Prinsip Persamaan/Egalite
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.
f. Prinsip At-Ta‟awun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
g. Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya. Tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam.
Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur‟an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
2. Agama sebagai sumber akhlak
Artinya agama diyakini sebagai wahyu dari Tuhan sangat efektif dan memiliki daya tahan yang kuat dalam mengarahkan manusiaa agar tidak melakukan tindakan amoral. Sebagai contoh Nabi Muhammad sebagai sumber akhlak, karena nabi merupakan contoh konkret pelaksanaan wahyu Allah yang tertuang dalam al-Quran. Segala ucapan, tingkah laku, sopan santun nabi merupakan model bagi umat manusia dalam menempuh perjalanan di muka bumi ini.
Sebagaimana yang disampaikan Umar bin Ahmad Baraja:
إِنَّ الْأَخْلاَقَ الْحَسَنَةَ هِيَ سَبَابُ سَعَادَتِكَ فِى الدُّنْيَا وَالْأَخِرَةِ، يَرْضٰى عَنْكَ رَبُّكَ، وَيُحِبُّكَ اُسْرَتُكَ وَجَمِيْعُ النَّاسِ، وَتَعِيْشُ بَيْنَهُمْ مُحْتَرَمًا
Sesungguhnya akhlak yang baik adalah sebab kebahagiaan di dunia dan akhirat, Allah meridhaimu, keluarga dan semua orang mencintaimu, dan hidup penuh dengan kemuliaan.
Maka dari itulah diperlukan kajian khusus mengenai akhlak ini yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Assunnah, karena dengan akhlak mulia, seorang muslim akan meraih kesempurnaan dalam imannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
3. Pengertian tasamuh, ta’awun dan musawah disertai petikan ayat Al-Quran yang relevan
a. Tasamuh
Secara bahasa, tasamuh artinya toleransi, tenggang rasa atau saling mengharagai. Secara istilah, tasamuh artinya suatu sikap yang senantiasa saling menghargai antar sesama manusia.
Firman Allah SWT dalam QS. Al hujurat ayat 12 dan 13 memberikan penjelasan secara gamblang bahwa sikap toleransi tidak memandang suku, bangsa, dan ras. Di hadapan Allah semuanya adalah sama, si kaya, si miskin, si hitam, si putih, yang membedakan mereka di hadapan Allah adalah prestasi takwa.
Toleransi ini terdiri dai 2 macam yaitu: Toleransi terhadap sesama muslim dan Toleransi terhadap nonmuslim.
Toleransi terhadap sesama muslim adalah kewajiban yang harus dilakukan sebagai wujud persaudaraan yang diikat oleh tali akidah yang sama.
لايؤمن احدكم حتى يحب لاخيه ما يحب لنفسه
Artinya: "Tidaklah beriman seseorang diantara kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai saudaranya sendiri." (HR. Bukhari).
Adapun toleransi dengan nanmuslim ada batasnya, yaitu selama mereka juga mau menghargai kita, tidak menyerang dan tidak menggusur dari kampong halaman.
b. Ta’awun
Ta’awun menurut bahasa yang artinya Saling menolong maksudnya setiap orang hendaknya berusaha untuk menolong orang lain yang memerlukan pertolongan untuk meringankan beban atau penderitaan orang lain tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhannya dalam menolong merupakan kewajiban bagi setiap manusia, dengan tolong menolong kita akan dapat membantu orang lain dan jika kita perlu bantuan tentunya orangpun akan menolong kita. Al-Qur’an menganjurkan untuk melakukan Ta’awun . Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Maidah: 2
شَدِيدُ الْعِقَابِ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ……
Artinya: “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Melalui ayat ini allah swt, menyuruh umat manusia untuk saling membantu, tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan/kebajikan dan ketaqwaan. Sebaliknya Allah melarang kita untuk saling menolong dalam melakukan perbuatan dosa atau pelanggaran.
c. Musawah
Musawah adalah pengungkapan kalimat yang maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata, dan kata katanya sesuai dengan luasnya makna yang dikehendaki, tidak ada penambahan ataupun pengurangan. Allah Swt.berfirman :
وَمَاتُقَدِّمُوْا لأَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَاللّه .(البقرة : 110 )
Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah.(QS.Al-Baqarah;110).
Tugas 3
SOAL
1. Jelaskan beberapa konsep politik yang diajarkan dalam Islam, disertai dengan ayat Al-Quran yang mendasarinya!
2. Sebut dan jelaskan kriteria pemegang kekuasaan (pemimpin) yang baik menurut ajaran Islam!
3. Jelaskan beberapa prinsip yang diajarkan oleh Al-Qur’an untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Beri penjelasan seperlunya!
4. Bagaimana pandangan Islam tentang musyawarah, dan apa kaitannya dengan upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa!
Jawaban
1. Konsep politik Islam mengandung gambran khusus tentang ciri-ciri pegurusan politik yang dikehendaki oleh Islam. Objektif konsep politik Islam, untuk menjaga kepentingan agama dan juga pengurusan dunia yang tentunya melibatkan keutamaan kerajaan dan rakyat jelata. Untuk memahami konsep politik Islam, perlu dirujuk kepada nas-nas Al-Quran yang telah memberi garis panduan tentang hal tujuan pentadabiran Islam. Surahal-Nisaayat 58-591. Arahan supaya pemerintah berusaha menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya Menjalankan petadabiran degan cara yang adil. Mengawasi umat Islam supaya patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerntah. Mengarahkan supaya kembali kepada Allah dan Rasul andainya terdapat pertikaian dalam masyarakat. Surah Ali-Imran ayat 159. Menyatakan bahwa siapa yang menjadi pemimpin mesti bersikap lemah lembut, mesara rakyat, tidak melakukan sebarang tindakan provokasi yang boleh menghapuskan keyakinan rakyat, mesti bersikap lapang dada, bersedia mendengar segala pandangan, tidak jemu utuk bermusyawarah. Selain itu, satu ciri utama yang perlu diberi perhatian ialah kemampuan untuk mempertahankan wilayah jagaannya daripada sembarang ancaman musuh dalam/luar, mampu mengembangkan wilayah pimpinannya supaya rakyat dapat hak yang sewajarnya dalam kehidupan seharian.
2. Kriteria Pemimpin
Para ulama telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu jujur, kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah SWT. Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Misalnya harus mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada rakyat visi, misi dan program-programnya serta segala macam peraturan yang ada secara jujur dan transparan. Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).
Selain ke empat sifat diatas, perlu diketahui pula syarat pemimpin dalam Islam lainnya seperti yang dijabarkan berikut ini:
a. Beragama Islam, Beriman dan Beramal Shaleh, Pemimpin beragama Islam (QS. Al-Maaidah 5: 51), dan sudah barang tentu pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.
b. Niat yang Lurus, Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya… (HR Bukhari&Muslim). Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan Allah.
c. Laki-Laki, Dalam Al-qur’an surat An nisaa’ (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)…”. Selain itu rasullulah SAW pun bersabda: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.” (HR Al-Bukhari).
d. Tidak Meminta Jabatan, Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu, ”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR Bukhari&Muslim).
e. Berpegang pada Hukum Allah, Allah berfirman, ”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (Al-Maaidah:49).
f. Memutuskan Perkara Dengan Adil, Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (HR Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
g. Tidak Menerima Hadiah, Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda, “Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (HR Thabrani).
h. Kuat dan Sehat, …sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya (Al Qashas 28: 26).
i. BerLemah Lembut, Doa Rasullullah: “Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya”.
j. Tegas dan bukan Peragu, Rasulullah bersabda, “Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
3. Perinsipnya antara lain:
a. Prinsip Persatuan dan Kesatuan Bangsa Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi. Pertama, Al-Quran mengisyaratkan bahwa kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak umat pertama tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul. Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai kesulitan, saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, karena berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan. Dalam ajaran Islam baik Al-Quran maupun hadis kita temukan banyak petunjuk yang mendorong agar umat Islam memelihara persaudaraan dan persatuan di antara sesame warga masyarakat. Di antaranya adalah ayat yang menjelaskan bahwa pada mulanya manusia itu adalah satu umat ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 213 yang artinya, “Manusia sejak dahuluu adalah umat yang satu, selanjutnya Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,...” Kedua, Al-Quran menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al- Quran seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 213 yang artinya, “...dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk member keputusan di antara menusia tentang perkara yang mereka perselisihkan....” Ketiga, Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan persatuan, umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu, masih banyak sisi-sisi lainnya yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan terciptanya persatuan maka kemenangan dan kemuliaan umat Islam akan tercipta sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan persatuan, sebab ancaman yang akan menghancurkan umat Islam sudah didepan mata. Kedatangan Islam dengan Al-Quran sebgai kitab sucinya selain mengembalikan bangsa yang terpecah kepada kepercayaan yang murni atau hanif dalam arti sesuai fitrah kejadian manusia yang paling primordial juga mengandung misi mempersatukan indibidu-individu dalam masyarakat yang lebih besar yang disebut dengan ummah wahidah, yaitu suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepda Allah mengacu pada nilai-nilai kebajikan.
b. Prinsip Persamaan Persamaan seluruh umat manusia ini ditegaskan oleh Allah dalam surat An-Nisaa ayat 1 yang artinya, “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya; Allah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki yang banyak dan perempuan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah pula) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah Maha mengawasi kamu.” Al-Quran begitu peduli terhadap prinsip persamaan manusia ini, sehingga karena pada dasarnya memiliki titik persamaan maka hidup dengan keadaan selalu bersatu padu menjadi lebih baik dan lebih mudah. Ayat-ayat dan beberapa hadis menjelaskan bahwa dari segi hakikat peciptaan, manusia tidaklah berbeda. Atas dasar asal-usul kejadian manusia yang seluruhnya adalah sama, maka tidak layak seseorang atau satu golongan membanggakan diri terhadap yang lain atau menghinanya. Prinsip persamaan merupakan bagian dari upaya agar manusia dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik. Namun demikian, bukan berarti bahwa manusia harus seragam dan membiarkan dirinya kehilangan kepribadiannya. Manusia sebagai individu tetap memiliki kebebasan dalam batsa-batas tertentu untuk menjalankan kehidupannya.
c. Prinsip tolong-menolong Manusia adalah makhluk sosial, tidak mungkin seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa bantuan pihak lain. Tolong-menolong adalah prinsip utama dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Kita dapat bayangkan seandainya satu komunitas sudah luntur nilai saling menolongnya maka cepat atau lambat masyarakat tersebut pasti akan hancur. Ajaran Al-Quran menganjurkan untuk saling menolong dalam kebaikan. Hal ini ditegaskan dalam surat AL-Maaidah ayat 2 yang artinya, “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertawakallah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat besar siksa-Nya.” Maka sungguh tepat apa yang dipaparkan oleh Al-Quran bahwa manusia tidak akan pernah rugi selama mereka masih menegakkan nilai-nilai saling menolong di samping juga beriman dan beramal shalih. Secara jelas ditegaskan dalam surat Al-„Ashr yang artinya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali prang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”
4. Musyawarah adalah salah satu cara yang sangat dianjurkan oleh agama Islam dalam memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat. Kata musyawarah berasal dari bahasa Arab musyawarah yang merupakan bentuk isim masdar dari kata kerja syawara, yusyawiru. Pentingnya masalah musyawarah dalam pandangan Islam sehingga satu di antara 114 surat dalam Al-Quran bernama “Assyura” artinya musyawarah. Surat Assyura bersifat Makkiyah artinya Surat ini diturunkan di Mekkah ketika kaum muslimin masih merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah kesombongan kaum musyrikin Quraisy yang mayoritas. Ketika menghadapi perang Badar, Rasul bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshar, setelah sepakat barulah Beliau dan pengikutnya menuju ke medan perang. Setelah tiba di medan perang timbul musyawarah kedua. Para sahabat semua tahu bahwa hal-hal yang berhubungan dengan ibadah murni mereka akan taat dan patuh kepada perintah Rasullullah, namun sebaliknya terhadap perintah yang bukan bersifat ibadah murni seperti “siasat perang” misalnya mereka akan balik bertanya kepada Rasul. Demikian yang dilakukan oleh Al Habbab Bin Al Munzir, ketika Rasullullah memerintahkan berhenti para pasukan pada tempat yang jauh dari sumber air. Lalu Habbab bertanya kepada Rasul: “Apakah perintah berhenti di tempat ini datang dari Allah SWT yang tidak mungkin kami bantah atau perintah ini hanyalah pendapat pribadi dalam rangka berperang dan siasat. Rasul menjawab: ini semata-mata pendapat pribadi. Habbab berkata lagi: Kalau begitu ya Rasullullah tempat ini tidak pantas sebagai tempat berhenti pasukan, lebih baik kita berhenti yang dekat dengan sumber air sebelum diduduki musuh. Rasul menjawab, pendapat Habbab sangat tepat, lalu Rasul memerintahkan seluruh pasukan untu berpindah ke tempat yang ditunjuk Habbab al Munzir. Setelah perang Badar usai dan mendapat kemenangan yang mampu menawan pasukan musuh sebanyak 70 orang, Rasul bermusyawarah dengan para sahabat tentang perlakuan terhadap para tawanan dengan pilihan; dibebaskan semuanya, dibunuh semuanya atau diberikan kebebasan untuk menebus diri mereka. Tegasnya seluruh perintah yang bukan wahyu dan yang menyangkut kepentingan orang banyak Rasul berpesan: “Antum `alamu bi umuri dunyakum” (Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu). Pelaksanan hasil musyawarah ditegaskan pula dalam Alquran Allah berfirman: “Dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu, maka apabila telah bulat hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.” Dengan perkataan lain bahwa apabila keputusan hasil musyawarah telah disepakati maka dengan ketetapan hati keputusan itu harus dilaksanakan dengan menyerahkan diri kepada Allah. Ironinya dalam kehidupan kita meski keputusan telah diambil dengan kesepakatan bersama, namun tak jarang hasilnya tidak berani dijalankan. Hal ini persis seperti musyawarah tikus untuk mengetahui kedatangan kucing- musyawarah itu digelar dengan satu kata putus yaitu dengan cara mengikat lonceng di leher kucing. Namun ketika hasil musyawarah ini hendak dijalankan tidak seekor pun para tikus yang bersedia mengikat lonceng di leher sang kucing---tentunya sebuah keputusan yang sia-sia. Hal itu adalah musyawarah yang dibuat oleh manusia, untuk bermusyawarah dalam system pemerintahannya dengan dirinya sendiri, sedangkan musyawarah dalam Islam adalah tukar pendapat antara orang-orang yang mempunyai pemikiran yang cerdas dari ahlul halli wal aqdi, untuk sampai pada keputusan terbaik dalam menerapkan hukum Allah atas manusia. Oleh karena itu masyarakat dalam Islam sangat mulia, karena ia adalah perintah Allah, tidak boleh bagi penguasa menghapusnya untuk memaksakan kekuasaannya pada manusia: “Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 156) “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;” (QS. Asssyuura: 38) Sedangkan dalam Negara yang menggunakan undang-undang buatan manusia, seorang penguasa boleh membekukan konstitusi, dan memberlakukan hukum darurat dengan alasan keamanan, disinilah terjadi sikap otoriter dan kezaliman. Oleh karena musyawarah dalam Islam bersumber dari Allah, maka pemimpin muslim yang bertakwa tidak akan merasa gusar jika mendengar kritikan dari rakyat yang mana saja, ia akan menerimanya dengan lapang dada dan menjawabnya dengan kebesarah jiwa, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khattab kepada seorang wanita yang membantahnya dalam masalah pembatasan Mahar: "Umar salah dan wanita ini benar".
Jumat, 15 Mei 2020
Antilogisme dan Dilema
- Jelaskan konsep tentang Antilogisme dan Dilema dalam hubungannya dengan penarikan kesimpulan?
- Penalaran logis merupakan dasar dari penarikan kesimpulan. Bagaimana halnya kesimpulan yang didasarkan pada Antilogisme dan Dilema? Berikan contohnya!
Jawab :
1.
Antilogisme (pengujian
silogisme) dan dilema (penyimpulan bercaban) dalam logika sebagai gejala
penyimpangan berpikir logis. Antilogisme atau pengujian silogisme adalah suatu
ingkaran kesimpulan pada silogisme majemuk yang menimbulkan ketidak selarasan antara
premis dan kesimpulan. Antisilogisme digunakan untuk menguji silogisme majemuk.
Hasil antisilogisme, bahwa yang tepat adalah kesimpulan semula, sebab
kesimpulan yang kedua diingkari. Hukum dasarnya “ingkaran kesimpulan dari
silogisme majemuk yang mewujudkan ketidak selarasan dengan premisnya, maka yang
tepat adalah kesimpulan semula”. Pembuktian dari antilogisme yaitu ketepatan
kesimpulannya dengan diagram himpunan.
Sedangkan dilema atau penyimpulan bercabang adalah penyimpulan
dalam silogisme majemuk yang lebih kompleks dengan dua proposisi implikatif
sebagai premis mayor dan proposisi disjungtif sebagai premis minor, yang
mewujudkan kesimpulan yang bercabang. Dilema digunakan di dalam perbincangan
yang menurut teman icara harus mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak
menyenangkan untuk menuntut keadilan. Atas dasar sistem penalarannya ada dua
macam dilema yaitu dilema konstruktif dan dilema destruktif
Dengan demikian dari bahasan antilogisme dan dilema dapat dipahami
secara jelas bawa logika adalah sistem penalaran tentang penyimpulan yang sah
(tepat) sebagai berpikir logis dalam bidang hukum, ilmu pengetahuan ilmiah dan
keidupan sehari-hari. Sebab itu, jika berpikir (menalar) tidak mengikuti hukum
dasar penyimpulan yang sah, maka dapat dikatakan tidak logis.
2.
Contoh Antilogisme :
Premis Mayor : Beberapa TKI
di Arab di hukum mati
Premis Minor : Tono adalah
TKI di Arab
Kesimpulan : Tono dihukum
mati
Antilogisme : Bukan Tono
dihukum mati
Premis Mayor : Beberapa TKI
di Arab dihukum mati
Premis Minor :Tono bukan
TKI di Arab (salah)
Contoh Dilema :
Premis Mayor : Di Arab jika
TKI yang dituduh membunuh maka dihukum mati, dan jika
TKI tidak membunuh maka dibebaskan.
Premis Minor : Tono adalah TKI di arab yang membunuh atau tidak membunuh
Kesimpulan : Tono
membunuh atau tidak membunuh dihukum mati (karena tidak
dimaafkan).
Senin, 11 Mei 2020
KOMUNIKASI BISNIS DAN NEGOSIASI (LOBI)
Manusia diciptakan dengan berbagai bangsa,
adat, dan jenis serta berbagai macam karakter dengan kecerdasan dan ketajaman
pikiran yang berbeda. Dalam lingkungan kehidupan organisasi kemasyarakatan,
baik sosial, ekonomi maupun politik, upaya untuk mencapai sasaran dengan
menggunakan kekerasan atau berdasarkan kekuatan otot belaka sudah bukan
zamannya lagi.
Bahkan dalam menyelesaikan suatu
perbedaan atau pertentangan maupun perbedaan kepentingan diperlukan dialog dan
musyawarah melalui lobi, meskipun adakalanya berlangsung alot dan membutuhkan
waktu yang relatif lama. Dewasa ini upaya melobi bukan lagi monopoli dunia
politik dan diplomasi, tetapi juga banyak dilakukan para pelaku bisnis,
selebritis dan pihak-pihak lainnya. Biasanya lobi-lobi dilakukan sebagai
pendekatan dalam rangka merancang sesuatu perundingan. Apabila lobi berjalan
mulus diyakini akan menghasilkan perundingan yang sukses.
Pelaksanaan
lobi menggunakan pendekatan komunikasi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Aktivitas komunikasi dapat dilakukan oleh individu, kelompok, maupun organisasi
(profit atau nonprofit),
maupun lembaga pemerintahan. Sedangkan media komunikasi yang dapat digunakan
adalah dalam bentuk cetak, elektonik, media luar ruang, budaya, dan sebagainya,
yang melalui media tersebut, dapat menggunakan bahasa verbal maupun nonverbal.
Lobi merupakan
bagian dari aktivitas komunikasi. Lingkup komunikasi yang luas menyebabkan
aktivitas lobi juga sama luasnya. Lobi ditujukan untuk memperoleh sesuatu yang
menjadi tujuan atau target seseorang atau organisasi, dan apa yang dimaksudkan
tersebut berada di bawah kontrol atau pengaruh pihak lain (individu maupun
lembaga).
2.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian
lobi?
b.
Bagaimana posisi
lobi dalam komunikasi?
c.
Apa hubungan lobi
dengan komunikasi?
d.
Apa fungsi lobi?
e.
Bagaiamana
persiapan melobi?
f.
Apa sasaran lobi?
g.
Apa tujuan lobi?
B. PEMBAHASAN
Lobi adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan individu ataupun
kelompok dengan tujuan mempengaruhi pimpinan organisasi lain maupun orang yang
memiliki kedudukan penting dalam organisasi dan pemerintahan sehingga dapat
memberikan keuntungan untuk diri sendiri ataupun organisasi dan perusahaan
pelobi.
Pengertian lobi dalam kamus Bahasa
Inggris~Indonesia susunan John M. Echols dan Hassan shadily, lobi diartikan: ruang
masuk (Gedung), mencoba mempengaruhi. Lalu lobbiyist diartikan: Seseorang yang
mencoba mempengaruhi pembuat undang-undang dan lain-lainnya.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia publikasi departemen pendidikan Nasional (d.h. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan), disebutkan lobi adalah: ruang teras didekat pintu
masuk hotel, bioskop dan lain sebagainya yang dilengkapi dengan beberapa
perangkat meja-kursi yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang tunggu.
Melobi diartikan:
Melakukan pendekatan secara tidak resmi. Pelobian diartikan: Bentuk partisipasi
politik yang mengcakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para
pejabat pemerintahan atau pemimpin untuk dengan tujuan mempengaruhi keputusan
atau masalah yang dapat menggantungkan sejumlah orang.[1]
Menurut Tarsis
Tarmudji, lobi adalah suatu (bentuk) pressure (tekanan) group yang
mempraktikkan seni mendapatkan teman yang berguna, dan memengaruhi orang lain.
Menurut A.B.
Susanto melobi pada dasarnya merupakan usaha yang dilaksanakan untuk
memengaruhi pihak-pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang
positif terhadap topik lobi. Dengan demikian, diharapkan memberikan dampak positif
pula bagi pencapaian tujuan.[2]
Maka dapat ditarik beberapa pokok pikiran yang menjelaskan tentang lobi,
yaitu:
a.
Kegiatan lobi melibatkan beberapa
pihak, yaitu pelobi dan yang dilobi.
- Sasaran pelobi, orang atau pihak yang dilobi (biasanya pemerintah, politisi, tokoh yang memiliki kekuasaan atau pengaruh yang besar).
- Kegiatan lobi dapat dilakukan secara individual ataupun berkelompok, dengan sasaran berupa individu berpengaruh, kelompok, lembaga pemerintahan, lembaga nonpemerintah, perusahaan swasta, dan sebagainya.
- Pelobi melakukan kegiatan lobinya dengan tujuan untuk mememngaruhi mereka yang menjadi sasaran lobi.
- Kegiatan lobi juga dimaksudkan untuk memperoleh teman yang berguna.
- Ada unsur pressure (tekanan) pada saat kegiatan lobi tengah berlangsung untuk memperoleh hal yang diinginkan dengan cara-cara yang halus.
- Lobi adalah kegiatan yang bersifat infomal atau tidak resmi.
- Melihat asal katanya, lobi adalah ruang teras di dekat pintu masuk hotel, bioskop, dan sebagainya.[3]
2.
Posisi Lobi
dalam Komunikasi
Posisi lobi
berada dalam bagian ilmu komunikasi, khususnya Public Relations, sehingga dalam
melakukan lobi selalu berkaitan dengan teknik-teknik komunikasi.
- Teknik komunikasi informative, yakni suatu teknik komunikasi yang dilakukan agar orang lain (komunikan) mengerti dan tahu.
- Teknik komunikasi persuasive, merupakan suatu teknik komunikasi yang dilakukan agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain sebagainya. Teknik ini berlangsung dengan personal contact yang memungkinkan komunikator mengetahui, memahami, dan menguasai
- Teknik informasi instruksi, merupakan teknik komunikasi agar orang mengikuti suatu prosedur dan aturan-aturan tertentu
- Teknik informasi manusiawi dalam arti luas ialah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dan di dalam semua bidang kehidupan. Adapun hubungan manusiawi dalam arti sempit yakni interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam situasi kerja dan dalam organisasi kekaryaan (work organization).
a. Lobi
merupakan kegiatan komunikasi yang bersifat informal guna membujuk, merayu,
atau mempengaruhi pihak lain agar pihak lain tersebut menyetujui usulan,
gagasan ataupun pokok pikiran si pelobi.
b. Lobi dapat
dilakukan di dalam beberapa konteks komunikasi, seperti komunikasi
intrapribadi, interpribadi, kelompok, organisasi massa.
c. Dalam
komunikasi organisasi, kerangka berpikir anggota organisasi harus diperhatikan
karena satu dan lainnya berbeda-beda.
d. Keberasilan
lobi dalam komunikasi kelompok dipengaruhi karena adanya teori tentang
komunikasi kelompok itu sendiri, alasannya adalah lobi kerap dilakukan tidak
hanya orang per orang, melainkan dilakukan tim.
e. Dalam
komunikasi politik, lobi juga berhubungan dengan propaganda (teknik
mempengaruhi), dan komunikasi persuasif (tujuan ingin membujuk).
f. Dalam
komunikasi antar budaya, lobi sangat diperlukan bagi para pelobi terutama bila
sasarannya adalah orang dari daerah atau bahkan negara yang berbeda, sehingga
konflik tidak akan terjadi.
4.
Fungsi Lobi
Menurut Grunig dan Hunt (1984), yaitu:
a.
Fungsi lobi
adalah untuk melindungi kepentingan organisasi/lembaga bisnis dengan membuka
komunikasi pada pihak pengambil keputusan.Membangun
koalisi dengan organisasi-organisasi lain.
b. Membangun
koalisi dengan organisasi-organisasi lain, berbagai kepentingan dan
tujuan-tujuan untuk melakukan usaha bersama dalam memengaruhi wakil-wakil
legislatif.
c. Mengumpulkan
informasi dan mempersiapkan laporan untuk legislator yang mewakili posisi
organisasi dalam isu-isu kunci.
d. Melakukan
kontak dengan individu-individu yang berpengaruh, dan wakil-wakil dari agensi
yang menyatu.
e. Mempersiapkan
pengamat dan pembicara ahli untuk mewakili posisi organisasi
terhadap legislator.
f. Memusatkan
debat pada isi kunci, fakta, dan bukti-bukti yang mendukung posisi organisasi.
g.
Sebagai wujud rasa toleransi antar pelaku komunikasi dalam organisasi maupun
institusi.
h.
Mempengaruhi keputusan atau kebijakan pihak lain
sehingga baik keputusan maupun kebijakan yang diambil akan menguntungkan
pelobi, organisasi ataupun pelobi.[5]
5.
Persiapan Sebelum Melobi
a. Pahami prinsip-prinsip kegiatan lobi.
b. Kenali sasaran lobi.
c. Pahami prinsip-prinsip membangun kepercayaan sasaran lobi terhadap diri.
d. Berikan gambaran manfaat yang didapat bila mendukung atau mengabulkan
permintaan.
e. Persiapkan berbagai fasilitas pendukung (waktu, tempat,
dan acara).
f. Mengetahui
parameter keberhasilan sama pentingnya dengan mengetahui tujuan lobi.
6.
Sasaran Lobi
a. Golongan
masyarakat yang biasa disebut dengan Kalangan Kosmopolit. Mereka adalah orang
yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang cukup luas, yang tidak diragukan
lagi kemampuan maupun kecakapannya.
b. Anggota
organisasi yang memiliki kontak paling penting dengan pihak-pihak legislatif,
eksekutif maupun yudikatif.
c. Tokoh
masyarakat yang sudah dikenal kredibilitasnya, integritas maupun reputasinya,
tokoh LSM, dan individu-individu berpengaruh lainnya.
d. Kalangan
jurnalis (wartawan dan redaktur) yang memiliki networking dan jaringan
informasi cukup luas, serta memiliki power untuk membentuk opini.
e. Pejabat
tinggi negara seperti anggota legislative (DPR/D), eksekutif (pejabat
pemerintah, seperti menteri, dirjen, gubernur, walikota, dan sebagainya) dan
yudikatif (MA, Departemen Kehakiman dan HAM), yang keputusankeputusannya bisa
mengubah segalanya baik di bidang politik, hukum, perundang-undangan, sosial ekonomi, dan sebagainya.[6]
7.
Tujuan Lobi
a. Aktivitas
(komunikasi) yang dilakukan untuk mempengaruhi (meyakinkan) orang atau pihak
lain, sehingga orang atau pihak lain itu sependapat dan seagenda.
b.
Mencapai laba. Pada organisasi nirlaba, laba adalah
mendapatkan dukungan moral, materi dan dukungan pendanaan, organisasi nirlaba
tidak akan dapat menjalankan organisasinya.
c.
Berkesinambungan (sustainable)
d. Memberikan
keuntungan kepada masyarakat dan Negara.
Tujuan PR Menguasai
Kemampuan Melobi:
a. Untuk
menciptakan hubungan dengan berbagai pihak yang memiliki pengaruh di berbagai
bidang kehidupan.
b. Mempengaruhi
dan meyakinkan pihak-pihak yang terkait, yang sesuai dengan kepentingan
organisasi atau perusahaan.
c. Menempatkan
posisi tawar-menawar organisasi pada tempat yang menguntungkan, namun tidak merugikan
pihak-pihak tersebut.[7]
C.
PENUTUP
Kegiatan lobi melibatkan beberapa pihak, yaitu pelobi
dan yang dilobi. Kegiatan lobi dapat dilakukan secara individual ataupun
berkelompok, dengan sasaran berupa individu berpengaruh, kelompok, lembaga
pemerintahan, lembaga nonpemerintah, perusahaan swasta, dan sebagainya. Pelobi
melakukan kegiatan lobinya dengan tujuan untuk mememngaruhi mereka yang menjadi
sasaran lobi. Ada unsur pressure (tekanan) pada saat kegiatan lobi tengah
berlangsung untuk memperoleh hal yang diinginkan dengan cara-cara yang halus.
Lobi adalah kegiatan yang bersifat infomal atau tidak resmi.
Lobi
merupakan bagian dari konsep komunikasi secara umum yang bertujuan
mempengaruhi, menarik perhatian, manarik simpati, menimbulkan empati,
menyampaikan informasi dari dan atau ke seseorang, kelompok, organisasi,
perusahaan, lembaga negara bahkan negara. Selain itu, dalam konteks PR, hal ini
merupakan sesuatu hal yang dihadapi seorang PR ketika akan melakukan suatu
hubungan kerjasama atau ketika akan melakukan suatu penyelesaian masalah.
Bahwa di dalam keberhasilan lobi ini tidak lepas dari proses komunikasi
yang baik. Dan tentunya seseorang yang menjadi pelobi tersebut harus terlebih dahulu pengetahuan
atau informasi mengenai siapa yang menjadi subjek di dalam lobinya dan di dukung pula
dengan pesan-pesan yang nantinya akan disampaikan di dalam forum tersebut
sehingga kegiatan melobi dapat berjalan dengan baik dan lancar. Karena itu
sebagai komunikator, baik negosiator, lobbyist harus dapat memahami
kliennya yang di pihak lain berperan sebagai komunikan.
[1] Zainal Abidin
Partao, Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations, (Jakarta: PT. INDEKS, 2007), 12.
[3] Zainal
Abidin Partao, Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations, (Jakarta: PT. INDEKS, 2007), 15.
[5] Zainal
Abidin Partao, Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations, (Jakarta: PT. INDEKS, 2007), 23.
[6] Zainal Abidin Partao, Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations, (Jakarta: PT. INDEKS, 2007), 25.
[7] Zainal Abidin Partao, Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations, (Jakarta: PT. INDEKS, 2007), 27.
Panuju,
Redi. 2010. Jago Lobi dan
Negosiasi. Jakarta: Interprebook.
Partao, Zainal
Abidin. 2007. Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations. Jakarta: PT.INDEKS.
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu,
Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Langganan:
Postingan (Atom)